Bukan Eropa atau Arab, Bom Waktu PD 3 Ada di ‘Halaman Depan’ Rumah RI
Jakarta, Harian – Perebutan wilayah antar negara seringkali menimbulkan konflik, bahkan dalam skala global, seperti perang dunia. Salah satu wilayah yang memiliki potensi eskalasi konflik terbesar adalah Laut Cina Selatan (LCS) yang terletak di dekat Indonesia.
Profesor Universitas Tennessee Krista Wiegand mengatakan bahwa saling klaim atas kendali LCS dapat menjadi “bom waktu” yang dapat memicu Perang Dunia III (WW3). Menurut dia, tindakan China yang mengklaim wilayah tersebut membuat pihaknya berselisih dengan banyak negara di kawasan Asia, seperti Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei, termasuk Indonesia di Natuna Utara.
Tuduhan itu juga berimbas pada Amerika Serikat (AS) yang merupakan rival Beijing. Wiegand mengatakan AS mempunyai kepentingan tidak langsung karena LCS diyakini berlokasi sangat strategis.
“Jika Amerika Serikat terlibat dalam perang apa pun dengan Tiongkok, kemungkinan besar perang tersebut akan terjadi di Taiwan,” kata Wiegand. Gelombang barang dalam sebuah wawancara juga dikutip Harga minyakkutipan pada Minggu (10/11/2024).
“Tetapi pada saat yang sama, ada kemungkinan terjadi kecelakaan atau krisis di Laut China Selatan. Misalnya kapal AS bertabrakan dengan kapal perang China atau rudal ditembakkan ke kapal perusak atau fregat AS, pasti akan menimbulkan semacam krisis yang bisa meningkat,” ujarnya lagi.
“Tentu saja, tidak ada yang menginginkan perang, termasuk Tiongkok, tetapi mereka jelas menginginkan Laut China Selatan, dan ada kemungkinan perang mungkin terjadi,” kata profesor yang juga direktur Pusat Keamanan Nasional dan Urusan Luar Negeri di Universitas Howard. J. Sekolah Kebijakan dan Urusan Publik dengan masyarakat Itu tukang roti.
LCS terbentang dari Singapura dan Selat Malaka di barat daya hingga Selat Taiwan di timur laut. Pada tahun 2023, sekitar 24% perdagangan maritim global akan melewati LCS.
Dari segi barang, lalu lintas melalui perairan ini pada tahun 2023 meliputi minyak mentah (45%), propana (42%), mobil (26%) dan kargo curah (23%). Selain lalu lintas kargo, Laut China Selatan dapat menampung hingga 9,2 miliar barel minyak dan cairan lainnya yang belum dimanfaatkan pada tahun 2023, dengan potensi 216 triliun kaki kubik gas alam, menurut USGS.
Sengketa Tiongkok di Laut Cina Selatan mencakup wilayah yang termasuk dalam zona eksklusi ekonomi (ZEE), seperti dengan Filipina. ZEE adalah zona maritim dimana negara pantai mempunyai hak untuk mengeksplorasi, mengeksploitasi, melestarikan dan mengelola sumber daya alam.
Faktanya, pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag memenangkan Filipina dalam kasus yang diajukan pada tahun 2013 melawan Tiongkok. Majelis arbitrase menyatakan klaim Tiongkok di STS tidak memiliki dasar hukum.
“Ada beberapa klaim historis yang mungkin sah, namun pada saat yang sama Konvensi PBB tentang Hukum Laut, yang mana Tiongkok, bersama dengan sebagian besar negara lain di dunia, kecuali Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, tidak dibenarkan. sangat jelas batas maritim suatu negara,” imbuhnya. Wiegand.
“Klaim atau fitur maritim Tiongkok mengenai pulau-pulau di perairan negara-negara seperti Vietnam dan Filipina yang berada di bawah kendalinya sama sekali tidak valid,” tegasnya.
(menetas/menetas)
Artikel selanjutnya
Negara tetangga RI “nekat” membangun fasilitas raksasa di LCS, siap melawan China
Post Comment