Di Balik Ambisi Prabowo Gabung BRICS, Geng Xi Jinping-Putin Cs
Jakarta, Harian – Indonesia akhirnya resmi menyampaikan pernyataan minatnya untuk bergabung dengan kelompok negara emerging economics yaitu BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Pernyataan ketertarikan untuk bergabung ini disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri RI Suyono saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia pada 24 Oktober 2024. Pada pertemuan ini ia bertindak sebagai utusan khusus Presiden.
“Sebagai utusan khusus Presiden Republik Indonesia, saya merasa terhormat mengumumkan niat Indonesia untuk bergabung dan menjadi anggota BRICS,” kata Sugiono dalam pidatonya pada pertemuan tersebut, dikutip Senin (28/10/2024). .
Keputusan Prabowo untuk bergabung dengan Indonesia di BRICS diambil dengan cepat, karena ia baru mengumumkan sumpah jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024. Artinya, baru empat hari menjabat presiden, ia sudah ingin memasukkan Indonesia ke dalam kelompok negara tertentu. .
Sebenarnya pada tahun 2023 ini Indonesia mendapat tawaran untuk bergabung dengan BRICS, namun respon dari Presiden ketujuh RI Joko Widodo ingin menjajaki manfaatnya terlebih dahulu dan mengatakan tidak ingin terburu-buru. .
Selain itu, dalam pidatonya di KTT BRICS Plus di Kazan, Sugiono juga sebenarnya memaparkan sejumlah maksud atau alasan mengapa Prabowo ingin menjadikan Indonesia bagian dari blok negara bentukan CoC Rusia-China.
Pertama, ingin berpartisipasi dengan BRICS dan negara-negara anggota tambahan lainnya yaitu Arab Saudi, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, Mesir dan Kongo, untuk mempromosikan kepentingan negara-negara berkembang atau Global South di dunia.
“Dengan cara ini, kita dapat lebih mendukung upaya BRICS untuk memajukan kepentingan dan tujuan negara-negara selatan, dan membantu menjaga ketertiban dunia berdasarkan kebebasan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” kata Sujiono.
Kedua, Prabowo menilai BRICS memiliki prioritas inti yang selaras dengan prioritas Kabinet Merah Putih, yakni menciptakan ketahanan pangan dan energi di setiap negara, serta pengentasan kemiskinan dan pengembangan sumber daya manusia.
Sebagai bagian dari blok ini, Indonesia juga ingin melindungi hak atas pembangunan berkelanjutan di antara negara-negara berkembang. Menurut Prabowo, negara berkembang membutuhkan ruang politik, sedangkan negara maju harus memenuhi berbagai kewajibannya.
Ketiga, melalui BRICS, Prabowo juga ingin mendukung reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan relevan dengan realitas saat ini. Lembaga-lembaga internasional harus diperkuat dan diberi sumber daya yang memadai untuk memenuhi mandat mereka dalam menciptakan perdamaian dunia.
Terakhir, terdapat kekuatan persatuan dan solidaritas di antara negara-negara di Dunia Selatan. Prabowo meyakini BRICS dapat menjadi jembatan untuk memperkuat kerja sama antar negara berkembang.
Sugiono juga menegaskan, Prabowo ingin benar-benar menerapkan prinsip politik luar negeri bebas aktif pada masa pemerintahannya. Oleh karena itu, dengan bergabung dalam BRICS, Indonesia akan bebas berpartisipasi aktif di semua blok dan forum dunia dan akan terus berpedoman pada prinsip non-blok.
“Masuknya Indonesia ke dalam BRICS merupakan perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif. Bukan berarti kita ikut kubu mana pun, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,” tegas Sugiono.
Oleh karena itu, ditegaskan Sugiono, Prabowo juga akan terus menghadiri berbagai forum lain yang dihadiri kelompok negara maju atau Global North, serta forum lain yang sudah lama menjadi anggota Indonesia, seperti G20. Tujuannya adalah untuk terus memposisikan Indonesia sebagai bridge builder atau jembatan antara negara berkembang dan maju.
“Bulan depan Pak Presiden akan menghadiri KTT G20 di Rio de Janeiro, Brazil, dan saya juga diundang untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri luar negeri G7 yang diperluas di Fiuggi, Italia,” kata Suggiono.
BRICS merupakan kelompok informal yang awalnya beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan dan dibentuk berdasarkan penelitian Jim O'Neill, mantan ketua Goldman Sachs Asset Management, dalam bentuk buku berjudul “The Growth Map .” : Peluang Ekonomi di Negara-negara BRIC dan sekitarnya (2011).
Grup ini pertama kali dibentuk pada tahun 2006 untuk membahas isu-isu global terkini. Keanggotaannya diperluas pada tahun 2023 hingga mencakup Ethiopia, Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab, dan negara-negara anggotanya kini mewakili lebih dari US$28,5 triliun atau sekitar 28% perekonomian global.
(arj/arj)
Artikel berikutnya
Maka Menteri Luar Negeri Prabowo Sugiono tancap gas untuk bertemu dengan Putin dan Xi Jinping.
Post Comment