Dinyatakan Pailit, Kemnaker Minta Ini ke PT Sritex



pabrik-sritex-bloomberg-via-getty-imagesbloomberg-3_169 Dinyatakan Pailit, Kemnaker Minta Ini ke PT Sritex




Jakarta, Harian – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex tidak terburu-buru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah Pengadilan Negeri Niaga (PN) Semarang menyatakan mereka pailit dalam Perkara Nomor 2./Pdt .Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri meminta Sritex menunggu hingga putusan Inkrah atau putusan Mahkamah Agung keluar.

Kementerian Ketenagakerjaan meminta PT Sritex dan anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga untuk tidak terburu-buru melakukan PHK terhadap pekerjanya hingga ada keputusan bulat atau putusan Mahkamah Agung, kata Indah kepada wartawan. Kamis (24/24). 10/2024).

Indah juga meminta Sritex dan anak usahanya tetap membayar gaji karyawan.

Kementerian Ketenagakerjaan meminta PT Sritex dan anak perusahaannya untuk tetap memberikan hak-hak pekerja, khususnya upah, lanjutnya.

Kementerian Sumber Daya Manusia menghimbau kepada seluruh pihak baik manajemen maupun perusahaan patungan di perusahaan untuk tetap tenang dan menjaga situasi yang menguntungkan di perusahaan, serta segera menentukan langkah-langkah strategis dan solusi bagi kedua belah pihak. Mengutamakan dialog yang konstruktif, produktif, dan mencari solusi.

Sekadar informasi, dalam Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022 disebutkan Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah gagal bayar kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon selaku pemohon.

Seperti diketahui, Sritex telah lama mengalami masalah keuangan yang akut: perusahaan mencatat utang yang semakin besar dan defisit modal yang semakin meningkat.

Hingga akhir Juni 2024, aset tercatat perseroan turun 5% menjadi US$617 juta atau setara Rp9,56 triliun (dengan kurs Rp15.500 per dolar AS). Sementara utang perseroan masih tinggi, yakni mencapai US$1,60 miliar atau setara Rp 24,8 triliun.

Akibatnya, perseroan masih mengalami undercapitalized (ekuitas negatif) yang nilainya naik hingga US$980 juta (Rp 15,19 triliun) pada akhir tahun lalu.

Liabilitas jangka pendek Sritex mencapai US$131,42 juta (Rp 2,04 triliun), di mana US$11,34 juta (Rp 176 miliar) merupakan utang bank jangka pendek kepada Bank of Central Asia (BBCA). Sedangkan dari kewajiban jangka panjang sebesar US$1,47 miliar (Rp 22,78 triliun), sebesar US$810 juta (Rp 12,55 triliun) merupakan utang bank.

Mayoritas utang bank jangka panjang merupakan utang eks sindikasi (Citigroup, DBS, HSBC dan Shanghai Bank) sebesar US$330 juta. Selain itu, BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB dan Mizuho Indonesia tercatat sebagai kreditur terbesar dengan kewajiban SRIL masing-masing lebih dari US$30 juta. Selain lima bank tersebut, perseroan juga memiliki utang kepada 19 bank lain yang sebagian besar merupakan bank asing atau bank swasta yang penyertaannya asing.

Sebelum resmi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan Semarang terbaru, manajemen Sritex dalam laporan keuangan terbarunya menyebutkan perseroan masih berusaha melakukan serangkaian upaya restrukturisasi akibat beban utang banyak bank yang semakin bertambah. Selain itu, perseroan terus aktif menyelesaikan penundaan pelaksanaan kewajiban utang (PKPU) dan menuntut perdamaian dengan kreditur.

SRIL, dalam laporan keuangan tahunannya, mengungkapkan bahwa utang besar yang menyebabkan defisit modal “menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan besar terhadap kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.”

Meski dalam kondisi berdarah, Sritex sebelumnya sempat optimis dan menyatakan perseroan tetap mendapat dukungan dari pemegang saham.

“Grup juga telah menerima surat dukungan dari para pemegang saham yang menegaskan akan terus memberikan dukungan finansial kepada Grup agar dapat menjaga kelangsungan usaha dan memenuhi kewajiban Grup,” jelas manajemen Sritex.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, manajemen Sritex menyatakan perseroan akan meningkatkan efisiensi penjualan dan produksi, salah satunya dengan mengurangi jumlah karyawan.

Perusahaan melakukan PHK sebanyak 2.232 karyawan sepanjang tahun 2023, dari 16.370 karyawan di akhir tahun 2022 menjadi 14.138 karyawan tersisa di akhir tahun lalu. Sritex kemudian akan memiliki sisa 11.249 karyawan pada akhir Juni 2024, yang berarti 2.889 karyawan akan diberhentikan pada pertengahan enam bulan tersebut.

Namun dampak PHK tidak hanya dirasakan oleh karyawan Sritex Group saja, namun juga dirasakan oleh para pemasok dan sejumlah pihak lain yang usahanya berada di bawah atau di atas usaha Sritex.

“Keputusan kebangkrutan ini akan membahayakan sekitar 20.000 karyawan grup Sritex yang tersisa. Mereka akan kehilangan pekerjaan dan tidak menerima pesangon,” kata Ristadi, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPN), kepada Harian, Kamis (24). / 10.2024).

Laporan keuangan perseroan tahun 2023 yang telah diaudit oleh Kanana Puradiredja, Suhartono mendapat opini wajar dengan pengecualian. Laporan auditor ini diterbitkan jika terdapat bukti adanya kesalahan penyajian dalam kesimpulan dan laporan keuangan tidak komprehensif.

(haa/haa)

Tonton videonya di bawah ini:

Video: Seiring berjalannya waktu, bisnis tekstil tidak bisa bangkit kembali?



Artikel selanjutnya

4 Pabrik Tekstil di Rhode Island Tutup dan PHK 2.200 Pekerja, Ini Datanya


Post Comment