Jelang PPN 12% Berlaku, DJP Belum Rilis Daftar Barang Mewah Kena Pajak
Jakarta, Harian – Pemerintah berencana mengecualikan sejumlah barang kebutuhan pokok, termasuk layanan kesehatan dan pendidikan premium, dari daftar barang dan jasa yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN).
Rencananya, barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan premium tetap dikenakan PPN dengan tarif 12% mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Undang-undang Perpajakan (THLH). Dulu, ketika tarif PPN masih 11% seperti saat ini, belum dikenal istilah premi.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum bisa mempublikasikan daftar barang mewah yang akan menjadi Barang Kena Pajak. Padahal, hingga 1 Januari 2025 tinggal 10 hari lagi, terhitung Sabtu (21/12/2024).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengatakan hingga saat ini pemerintah masih membahas kriteria atau batasan suatu barang dan jasa yang pantas disebut sebagai barang premium atau mewah yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat sangat kaya.
“Kementerian Keuangan akan membahas secara matang kriteria atau batasan barang/jasa tersebut dengan pihak-pihak terkait agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan pada kelompok masyarakat yang sangat mampu. penduduk,” kutipan surat Keterangan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KT-03/2024 yang dikutip Sabtu (21/12/2024).
Karena daftar barang mewah yang dikenakan PPN sebesar 12% belum disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka seluruh barang kebutuhan pokok dan pelayanan kesehatan atau pendidikan akan tetap bebas PPN mulai tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan peraturan dikeluarkan.
Seperti diketahui, saat tarif PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11% pada April 2022, pemerintah mengecualikan sejumlah barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN atau PPN dengan tarif 0%.
Dengan demikian, daftar barang dan jasa tersebut juga akan berlaku ketika tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, kecuali jika pemerintah mengeluarkan aturan baru.
Barang dan jasa tersebut meliputi:
1) Barang kebutuhan pokok yaitu beras, padi-padian, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
2) Pelayanan meliputi pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pelayanan keuangan, pelayanan asuransi, pelayanan pendidikan, pelayanan angkutan umum di darat dan air, pelayanan ketenagakerjaan dan pelayanan persewaan rumah susun pemerintah dan rumah umum.
3) Barang-barang lainnya seperti buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, apartemen, listrik dan air minum, serta berbagai manfaat PPN lainnya diperkirakan berjumlah Rp 265,6 triliun pada tahun 2025.
Dengan demikian, pada prinsipnya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk semua barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11%, kecuali jenis barang tertentu yang diperlukan untuk penduduk. , yaitu industri minyak nabati curah, tepung terigu dan gula “Kita”. Atas ketiga jenis barang tersebut, pemerintah akan mengenakan tambahan PPN (PPN) sebesar 1%, sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut.
Administrasi Umum Pajak yakin dengan menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan mampu menghasilkan tambahan penerimaan pajak sebesar Rp75,29 triliun pada tahun 2025 dengan syarat menggunakan dasar penerimaan PPN tahun 2023 dan Potensi Penerimaan PPN. (PPN dan PPN Impor) saat ini sedang disesuaikan.
(mkh/mkh)
Artikel selanjutnya
Efek Horor PPN 12%! Harga semen dan pasir naik, para bos real estate takut akan hal itu
Post Comment