Kelas Menengah Lagi Susah, Warga RI Rajin Ngutang Pakai Pay Later
Jakarta, Harian – Masyarakat Indonesia semakin gemar membeli barang menggunakan fitur beli sekarang, bayar nanti (BNPL). Hal ini dibuktikan dengan penyaluran piutang pembiayaan bayar kemudian dari perusahaan pembiayaan (FPs) yang meningkat sebesar 103,4% per September 2024.
Direktur Jenderal Pengawasan Lembaga Keuangan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan menyebutkan, piutang pembiayaan PP BNPL per September 2024 sebesar Rp 8,24 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan BNPL perbankan yang sebesar Rp19,81 triliun.
“Mengenai tingkat riwayat kredit buruk atau pembiayaan bermasalah (NPF) NPF bruto dan NPF netto masing-masing sebesar 2,60% dan 0,71%,” kata Agusman dalam tanggapan tertulis yang dikutip, Kamis (11/6/2024).
Berdasarkan pendasaran piutang pembiayaan, mayoritas berasal dari kelompok masyarakat yang memiliki kategori usaha lain/non-manufaktur, disusul usaha mikro.
Seperti diketahui, OJK saat ini sedang menyiapkan ketentuan khusus terkait BNPL, antara lain mengenai persyaratan bagi perusahaan keuangan yang melakukan kegiatan BNPL, kepemilikan sistem informasi, perlindungan data pribadi, catatan audit, sistem keamanan, akses dan penggunaan data pribadi. . kerjasama dengan pihak lain dan manajemen risiko.
Saat ini, perusahaan keuangan yang melaksanakan kegiatan BNPL tunduk pada ketentuan perilaku usaha, kehati-hatian, kualitas aset, dan mitigasi risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Keuangan, sebagaimana telah diubah . Keputusan Otoritas Keuangan No.7/POJK.05/2022.
Pertumbuhan signifikan dalam jumlah pembayar ini sejalan dengan menyusutnya kelas menengah di Indonesia. Kelas menengah Indonesia rentan terhadap kemiskinan pasca krisis Covid-19, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada tahun 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia sebanyak 57,33 juta jiwa atau setara dengan 21,45% total penduduk. Kemudian pada tahun 2024 hanya tersisa 47,85 juta jiwa atau setara 17,13%.
Artinya, 9,48 juta masyarakat kelas menengah telah meninggalkan kelas. Pasalnya, data kelompok kelas menengah rentan atau calon kelas menengah sebenarnya meningkat dari 128,85 juta orang atau 48,20% dari total penduduk pada tahun 2019 menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.
Begitu pula dengan jumlah kelompok rentan kemiskinan yang juga meningkat dari 54,97 juta jiwa atau 20,56% pada tahun 2019 menjadi 67,69 juta jiwa atau 24,23% dari total penduduk pada tahun 2024. Artinya, banyak kelompok kelas menengah yang akan menurunkan kelas kedua kelompok tersebut. .
(mkh/mkh)
Artikel berikutnya
Bank Kalah Bisnis Fintech, Ini Buktinya
Post Comment