Manulife Aset Manajemen Sebut Pasar Obligasi RI Masih Menarik



ilustrasi-bursa-6_169 Manulife Aset Manajemen Sebut Pasar Obligasi RI Masih Menarik




Jakarta, Harian – PT Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan tetap moderat pada tahun 2025. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia diperkirakan akan membaik karena siklus pengetatan suku bunga sebelumnya tidak seagresif di AS sehingga dampaknya terhadap perekonomian tidak terlalu signifikan.

Manajer senior portofolio pendapatan tetap MAMI, Syuhada Arief, mengatakan pasar keuangan Indonesia di dalam negeri mendapat manfaat dari siklus penurunan suku bunga AS dan dalam negeri. Perkiraan menunjukkan bahwa ruang untuk pelonggaran moneter masih cukup besar, meskipun terdapat pergeseran ke arah kebijakan yang mendukung pertumbuhan.

Arief mengatakan potensi penurunan suku bunga The Fed diperkirakan akan terjadi pada kuartal IV. Namun, besarnya penurunan suku bunga di masa depan akan bergantung pada kondisi dan kinerja perekonomian saat ini.

“Angka ini diperkirakan tidak sebesar penurunan suku bunga terakhir yang dilakukan The Fed. Kawasan Asia tetap menarik karena pertumbuhan ekonominya yang stabil dan kesenjangan suku bunga riil dengan AS yang mungkin semakin lebar,” kata Arif. dalam keterangan resmi, Rabu (23/10/2024).

Dari Tiongkok, lanjut Arif, pemerintah Tiongkok telah mengumumkan serangkaian pelonggaran moneter dan komitmen stimulus fiskal. Hal ini menunjukkan adanya perubahan fokus kebijakan dari dukungan stabilitas menjadi merangsang pertumbuhan. Perubahan ini pada awalnya diterima secara positif dan mungkin telah mendorong masuknya dana asing secara besar-besaran ke pasar saham Tiongkok.

Meski demikian, pasar masih menunggu stimulus fiskal untuk mendukung konsumsi masyarakat yang diyakini akan lebih efektif mendukung pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menyatakan fokus kebijakannya telah bergeser dari dukungan stabilitas menjadi lebih seimbang antara stabilitas dan pertumbuhan, yang menunjukkan bahwa potensi kebijakan di masa depan mungkin lebih besar merangsang pertumbuhan.

Penurunan suku bunga BI diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan IV tahun 2024 sebagai antisipasi untuk mendukung pertumbuhan di tengah risiko pelemahan perekonomian global. Inflasi domestik yang rendah dan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global bisa menjadi faktor BI menurunkan suku bunga lebih cepat.

Secara historis, dalam siklus penurunan suku bunga, imbal hasil obligasi cenderung turun seiring dengan besarnya penurunan yang terjadi, kata Arif. Prospek penurunan suku bunga BI rate yang masih terbuka di masa depan memberikan potensi investasi jangka panjang yang menarik bagi pasar obligasi dan memberikan peluang bagi investor untuk “mengunci” imbal hasil pada tingkat yang menarik saat ini sebelum penurunan suku bunga lebih lanjut.

Yield SBN 10-tahun masih berada pada level yang menarik, dengan selisih antara imbal hasil SBN 10-tahun dan US Treasury 10-tahun sekitar 280 bps, di atas rata-rata 250 bps. Sedangkan stabilitas inflasi, nilai tukar rupee, arah dan prospek kebijakan fiskal dalam negeri pendaratan lunak AS merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi prospek pasar obligasi domestik di masa depan.

“Kami memperkirakan hingga akhir tahun ini, imbal hasil SBN tenor 10 tahun masih berada pada kisaran 6,00% – 6,25%,” tutup Arief.

(ra/ra)

Tonton videonya di bawah ini:

Video: Pemerintah menerbitkan surat utang jangka panjang terpanjang dalam sejarah

Post Comment