Pak Prabowo Perlu Dengar, Ini Curhatan Investor Migas di RI
Jakarta, Harian – Sejumlah kalangan pengusaha di sektor minyak dan gas (migas) rupanya menaruh harapan besar terhadap Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, terpilih pada 2024-2029. Khususnya untuk merangsang iklim investasi produksi minyak dan gas di Indonesia.
Direktur TIS Petroleum Tumbur Parlindungan menilai perbaikan skema kontrak bagi hasil migas Gross Split yang baru-baru ini dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memang mengurangi ketidakpastian finansial yang sebelumnya menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor migas.
Namun, faktor utama yang membuat investor ragu berinvestasi di Indonesia bukan hanya masalah keuangan, tapi juga ketidakpatuhan terhadap kontrak yang telah disepakati, yaitu permasalahan. kesucian kontrak (kesucian kontrak).
“Tapi faktor utamanya adalah kesucian kontrak “Ketika kita menandatangani perjanjian dengan pemerintah Indonesia, kita harus menghormati kontrak itu,” kata Tumbur dalam program Energy Corner Harian, Selasa (10 Agustus 2024).
Tumbur mencatat bahwa selama 10 hingga 15 tahun terakhir, banyak kontrak yang tidak dipatuhi oleh pemerintah Indonesia, sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan investor. Hal ini lebih penting dibandingkan proposal keuangan yang seringkali dianggap hanya sekedar “gimmick” untuk menarik investor.
“Tapi yang paling penting kesucian kontrak terlepas apakah negara Indonesia melanggar apa yang telah ditandatangani. “Ini yang sangat ditunggu-tunggu investor,” ujarnya.
Moshe Rizal, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (ASPERMIGAS), mengutarakan pendapat serupa. Dia mengatakan investor migas menginginkan adanya jaminan kepastian hukum dalam setiap kontrak investasi yang dilakukannya dengan pemerintah.
Menurut dia, kontrak di bidang eksplorasi dan produksi migas harus ada kesucian kontrak atau kesucian kontrak, dimana status kontrak harus dianggap setara dengan hukum.
“(Pentingnya) kesucian kontrak karena kesepakatannya sebenarnya di tingkat legislatif,” kata Moshe.
Moshe menilai, meski skema kontrak bagi hasil baru memberikan kepastian hukum dengan memperbolehkan pemerintah memberikan bagi hasil hingga 95% kepada kontraktor KKKS, namun kenyataannya pemerintah sudah lama berhak memberikan bagi hasil hingga 100%. % pembagian keuntungan untuk kepentingan KKKS.
Selain itu, memberikan 100% keuntungan kepada KKKS bukan berarti pemerintah tidak mendapat apa-apa. Pemerintah terus menerima pajak yang tinggi dari industri migas, bahkan bisa mencapai 40%.
Pajak-pajak ini mencakup berbagai komponen seperti pajak cabang (cabang) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang meskipun merupakan milik negara, namun tetap ditanggung oleh KKKS.
“Bayangkan PBB itu pajak sebenarnya yang membeli aset, bukan aset kita. Ini yang beli kita, tapi kita bayar PBB. Aset tersebut milik pemerintah. Seharusnya pemerintahlah yang membayar PBB tersebut. Kami? Lucu sekali, bukan? Hal-hal seperti ini bisa berujung pada kemerosotan ekonomi yang final,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, meski skema baru tersebut telah mengurangi komponen pajak, namun masih terdapat kompleksitas perhitungan keekonomian lapangan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi biaya operasional.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi mengeluarkan aturan baru untuk menarik investasi di sektor minyak dan gas (migas).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Bruto, menggantikan aturan sebelumnya yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017. Selain itu, Kementerian ESDM juga menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No. 230.K/MG.01.MEM/2024.
Kepala Biro Komunikasi, Informasi Publik, dan Kerjasama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Kahyono Adi mengatakan, perubahan aturan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi kontraktor migas, khususnya yang bekerja. pada bidang yang tantangan teknisnya cukup tinggi.
“Intinya adalah menjamin keadilan. Untuk bidang yang kompleks. Setiap upaya dibalas dengan perpecahan, tapi fungsinya adil,” ujarnya dalam rapat di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (10/4/2024).
Secara terpisah, Direktur Pengembangan Migas Ariana Soemanto menjelaskan, aturan ini dibuat untuk menjawab kebutuhan kontraktor agar percaya diri terhadap distribusi keuntungan yang lebih kompetitif yang kini bisa mencapai 75-95%.
Sedangkan pada kontrak Gross Split sebelumnya, bagi hasil kontraktor bisa sangat bervariasi, bahkan ada yang mencapai nol persen.
“Kontraktor mempunyai keyakinan terhadap pembagian keuntungan sebesar 75-95%. Tadinya bisa sangat rendah, bahkan sampai 0%, sudah kita perbaiki,” kata Ariana, Selasa (10/1/2024).
Selain memberikan kepastian bagi hasil yang lebih tinggi, ketentuan baru ini juga dimaksudkan untuk mendorong investasi pada wilayah kerja (WK) migas nonkonvensional, dimana kontraktor berpotensi menerima bagi hasil sebesar 93-95% pada awal masa kontrak. , seperti yang diterapkan di Tanjung GMB WK Enim dan MNK Rokan.
Peraturan baru ini menyederhanakan parameter penentuan bagi hasil bagi kontraktor dari 13 menjadi hanya 5 parameter, sehingga perhitungannya lebih layak dan menarik di lapangan.
(melalui)
Artikel selanjutnya
Untuk meningkatkan produksi minyak, ESDM meluncurkan skema kontrak migas baru
Post Comment