Pria Ini Jalankan Proyek Unggulan Jokowi, Bikin Produk Pertama di RI
Karawang, Harian – Usup Supriyatna, produsen biostimulan berbahan dasar rumput laut pertama di Indonesia, mengaku awalnya pusing memikirkan cara membuat air bioflok belut menjadi jernih. Dia mengatakan mereka telah mencoba menggunakan berbagai jenis prebiotik untuk memurnikan air di bioflok belutnya. Namun, hasilnya selalu gagal.
Hingga akhirnya ia bertemu dan berkomunikasi dengan pakar peneliti utama Pusat Penelitian Bioindustri Kelautan dan Terestrial BRIN, Jasmal Basmal, yang kemudian memunculkan ide pelepasan rumput laut ke hilir. Seperti diketahui, hilirisasi merupakan program yang diperkuat pemerintah.
Dari komunikasi yang terjalin di antara mereka, timbullah ide untuk mengolah rumput laut gracilaria Usup menjadi biostimulan dan/atau prebiotik untuk suplemen nutrisi perikanan.
“Biostimulan (lahir) karena awalnya saya beternak belut, tapi kualitas airnya kurang diperhatikan. Kami kemudian mencari cara untuk meningkatkan kualitas air. Saya coba prebiotik lain, sampai Rp 90.000 per liter, tapi saya juga tidak putuskan. Saya kemudian menghubungi Profesor Jasmal,” kata Yusup saat ditemui di pabrik pengolahan rumput laut di Karawang, Sabtu (10 Mei 2024).
“Bersama Profesor Jasmal, kami menciptakan biostimulan untuk mengatasi kualitas air tersebut. Bahan bakunya adalah rumput laut gracilaria. Pada tahap awal saya mengaplikasikannya pada salah satu kolam. Hanya dalam waktu 3 hari, kualitas air langsung menjadi baik. “Biasanya airnya keruh karena banyak mengandung sisa makanan yang belum membusuk,” lanjutnya.
Usup mengatakan, biostimulan yang berhasil diolahnya bersama pakar riset BRIN memiliki dua fungsi utama, yakni menjernihkan air dan menjamin pertumbuhan ikan yang baik.
“Setelah itu biostimulannya tidak hanya untuk belut, kami coba juga untuk udang,” kata Yusup.
Sementara itu, Jasmal Basmal, Kepala Ahli Peneliti Pusat Penelitian Bioindustri Kelautan dan Terestrial BRIN, menjelaskan biostimulan berbahan dasar rumput laut ini merupakan prebiotik untuk perikanan. Namun dengan menggunakan prebiotik, ikan budidaya dapat mencerna makanan dengan baik sehingga feses yang dihasilkan sedikit dan air tidak tercemar.
“Itu (biostimulan) itu prebiotik. Prebiotik itu makanan yang kita berikan pada ikan. Kita harapkan bisa dicerna semua. sedikit amonia, ikan akan tumbuh dengan baik”, jelas Jasmal.
Lalu mereka mengecek air di bioflok Yusup, apakah benar bebas amonia? Hasilnya, alat tes amonia berwarna oranye-kuning yang berarti tidak mengandung amonia.
Tak hanya pada bioflok Usup, salah satu peternak sapi perah bernama Mursin mengaku keberadaan biostimulan atau prebiotik pada perikanan ini turut membantunya. Setelah menggunakan biostimulan berbahan dasar rumput laut, katanya, ikan bandeng yang dipeliharanya menjadi lebih besar dan tumbuh lebih cepat.
Sekarang (ukuran bandeng yang dibudidayakan) lebih besar dan cepat. Pakan pabrik sekarang lebih sedikit (yang harus kami gunakan), tapi pertumbuhannya bagus. Sekarang sudah bagus. dicampur biostimulan, jadi pakan pabriknya sedikit,” kata Mursin.
Dalam foto: Dirjen PDSPKP KKP Budi Sulistö bersama Ketua Koperasi Produksi Mina Agar Makmur Usup Supriyatnoy saat meninjau kolam berisi rumput laut seperti Gracilaria di Karawang, Jawa Barat. (Harian/Martyasari Rizki)
Direktur Jenderal PDSPKP KKP Budi Sulistö bersama Ketua Koperasi Produksi Mina Agar Makmur Usup Supriyatnoy saat meninjau kolam rumput laut Gracilaria di Karawang, Jawa Barat. (Harian/Martyasari Rizki)
|
Selain itu, Yusup melaporkan saat ini kapasitas produksi biostimulan baru mencapai 1000 liter per bulan. Dan untuk memproduksi 1000 liter biostimulan tersebut, tim membutuhkan 60 kg alga gracilaria basah.
“Sekarang cukup 1.000 liter sebulan (biostimulan berbahan dasar rumput laut) ini bisa digunakan untuk ikan bandeng, nila, udang, dan juga rumput laut itu sendiri. Jadi dari algae untuk algae,” tutupnya.
(dce)
Artikel selanjutnya
Luhut yakin ekspor rumput laut olahan bisa menyusul nikel, ini datanya
Post Comment