Raksasa Otomotif Dunia Bertumbangan Picu Badai PHK, RI Tunggu Waktu?



kolase-nissan-dan-volkswagen-cnbc-indonesia_169 Raksasa Otomotif Dunia Bertumbangan Picu Badai PHK, RI Tunggu Waktu?




Jakarta, Harian – Sejumlah raksasa otomotif global mengumumkan rencana mengurangi produksi bahkan menutup pabrik. Setelah penurunan penjualan, efisiensi harus ditingkatkan untuk mencegah konsekuensi terburuk.

Tiga perusahaan mobil Eropa yakni Volkswagen (VW), Renault, dan Stellantis dikabarkan tengah memikirkan cara agar kinerja perusahaannya tidak semakin merosot.

Bahkan, Stellantis dikabarkan memberhentikan sekitar 1.100 karyawan di pabrik Jeep Gladiator miliknya di Toledo, Ohio, Amerika Serikat (AS). Ini adalah upaya perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi inventaris di fasilitasnya di Amerika Utara.

Lebih lanjut, mengutip Reuters, Nissan Motor dikabarkan akan memangkas 1.000 pekerja di Thailand atau memutasinya pada pertengahan tahun 2025. Ini adalah bagian dari rencana pengurangan tenaga kerja global yang baru-baru ini diumumkan oleh perusahaan Jepang.

Bagaimana dengan kondisi industri otomotif Indonesia?

Dengan terus menurunnya penjualan kendaraan dalam negeri, diperkirakan hanya mencapai 850.000 unit pada akhir tahun 2024. Jauh lebih rendah dibandingkan target awal yang dipatok sebesar 1,1 juta unit. Dan pada tahun 2023 akan tercapai

Dan pada tahun 2025, penjualan mobil di Tanah Air diproyeksikan turun hingga 500.000 unit terjual. Jika pemerintah terus menerapkan PPN sebesar 12%, hal ini dapat menyebabkan kenaikan pajak kendaraan.

Meski pemerintah juga memberikan insentif untuk menurunkan Pajak Kendaraan Bermotor (VVT).

“Runtuhnya Saab, MG di Eropa, GM di AS, serta nasib serupa yang menimpa pabrik Suzuki dan Subaru, serta Honda yang mengurangi kapasitas produksinya secara signifikan di Thailand, patut menjadi kebangkitan. menyerukan agar Indonesia menjadi lebih aktif. berhati-hati dalam mengambil kebijakan terhadap industri otomotif,” kata komentator otomotif Jannes Martinus Pasaribu dalam wawancara dengan Harian, dikutip Kamis (28/11/2024).

Kondisi ini, kata dia, merupakan tanda nyata bahwa industri otomotif global sedang menghadapi permasalahan yang sangat serius.

“Meningkatnya biaya produksi tanpa kompensasi yang memadai dapat mengakibatkan penurunan produksi, bahkan penutupan pabrik, yang berdampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan, mulai dari PHK massal dan sebagainya,” kata Yannes.

Menurutnya, kebijakan pemutihan PCB bukanlah langkah strategis yang dibutuhkan industri otomotif saat ini.

“Dengan kata lain, kenaikan PPN menjadi 12% dan kemungkinan pembebasan PCB merupakan pedang bermata dua bagi industri otomotif. Di satu sisi, kebijakan ini harus merangsang penjualan. Namun di sisi lain berpotensi berdampak negatif terhadap daya beli konsumen dan daya saing industri tidak bisa dianggap enteng,” jelasnya.

“Jika tidak dipertimbangkan dengan matang, kebijakan ini bisa menjadi bumerang dan mengancam keberlanjutan industri otomotif dalam jangka panjang,” ujarnya.

Jannes menjelaskan kenaikan harga produksi akibat kenaikan PPN akan mempengaruhi harga jual mobil. Dan kemudian akan menurunkan daya beli masyarakat.

Hal ini, katanya, ditambah dengan meningkatnya persaingan global, dapat memicu pengurangan produksi dan bahkan penutupan pabrik.

“Akibatnya, tidak hanya industri otomotif yang terkena dampaknya, tetapi juga perekonomian nasional secara keseluruhan. Kita melihat kasus serupa terjadi di industri TPT Indonesia,” ujarnya.

Bom waktu: skenario terburuk bagi pasar otomotif Indonesia

Oleh karena itu, tambah Jannes, skenario Gaikindo yang penjualan mobil di Tanah Air mulai tahun depan berpotensi hanya sekitar 500 ribu unit, bukan tidak mungkin.

“Ramalan Gaikindo terhadap penurunan tajam penjualan mobil pada tahun 2025 akibat kenaikan PPN dan kebijakan tax opportunity patut mendapat perhatian serius,” ujarnya.

“Skenario Gaikindo bisa terjadi pada tahun 2025 jika tidak ada upaya serius dari pemerintah dan industri otomotif untuk mengatasinya. Tentunya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, kita perlu terus memantau perkembangan situasi perekonomian dan kebijakan pemerintah,” katanya. kelanjutan.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menilai penurunan penjualan mobil nasional bisa jadi mengingatkan kita pada masa kelam pandemi. Saat itu, penjualan mobil turun tajam.

“Kalau ini diterapkan, penurunannya pasti tajam. Tahun ini saja kami merevisi target dari 1 juta unit menjadi 850 ribu unit. Kalau ada kemungkinan pajak dan PPN 12 persen, mungkin kita akan sama seperti saat pandemi, yakni sekitar 500 ribu, ”ujarnya dalam forum redaksi otomotif, dikutip Senin (25/11/2024).

“Kami melakukan simulasi dan menemukan bahwa peningkatan kapasitas pajak sebesar 1 persen dapat menyebabkan penurunan penjualan kendaraan sebesar 10 persen. Tren serupa juga terjadi pada kendaraan roda dua,” kata Kukuch.

(hari/hari)

Tonton videonya di bawah ini:

Video: PPN 12%, Harga Mobil Makin Mahal



Artikel selanjutnya

Penjualan mobil RI di bulan Juni hanya naik tipis, naik 2% menjadi 73.000 unit.


Post Comment