Tak Gentar Diserang, RI-Malaysia Siap Lawan Eropa!



f5873453-0b16-4bec-9095-42a6d124fc38_169 Tak Gentar Diserang, RI-Malaysia Siap Lawan Eropa!




Jakarta, Harian – Indonesia dan Malaysia melalui Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) sepakat untuk melanjutkan perjuangan melawan kampanye hitam negara-negara Eropa terhadap minyak sawit.

Eropa mengambil sikap menentang produk minyak sawit dengan mengesahkan rancangan Undang-Undang Anti-Deforestasi Uni Eropa, atau EUDR. Namun peraturan tersebut kini tertunda karena memberikan peluang bagi perusahaan kelapa sawit untuk menyesuaikan standarnya.

Meski ditunda, namun pemerintah Indonesia dan Malaysia bertekad untuk terus melawan kampanye hitam ini dengan memperpanjang pembentukan Satuan Tugas Gabungan Ad Hoc EUDR sejalan dengan keputusan Parlemen Eropa yang memperpanjang penundaan implementasi EUDR satu tahun lagi. .

“Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melanjutkan kerja gugus tugas gabungan ad hoc EUDR, dengan EUDR dan Parlemen Eropa memperpanjang durasinya selama satu tahun,” kata Airlangga usai menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Dewan Penghasil Minyak Sawit ke-12. Negara pada Jumat (29/11/2024)

Seperti diketahui, Komisi Uni Eropa telah memperpanjang batas waktu penerapan EUDR bagi perusahaan besar hingga 30 Desember 2025, dan bagi perusahaan mikro dan kecil hingga 30 Juni 2026.

Sedangkan Ad Hoc Joint Task Force on EUDR sendiri merupakan platform yang berfungsi sebagai mekanisme konsultatif untuk mendukung koordinasi dan mendorong saling pengertian antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa mengenai EUDR.

Airlangga mengatakan permasalahan EUDR saat ini adalah Uni Eropa sendiri yang belum memahami cara membuat alat standardisasi untuk menjamin keberlanjutan produk kelapa sawit. Mereka masih belum mengakui ISPO, MSPO atau RSPO. Oleh karena itu, melalui kelompok kerja bersama ini, CPOPC akan mendesak UE untuk mengakui satu standar minyak sawit berkelanjutan sehingga dunia dapat mengadopsinya.

“EUDR saat ini tidak mengakui RSPO. Jadi setidaknya mereka harus mengakui satu standar,” kata Airlangga.

Selain itu, UE juga secara terbuka meminta data lokasi produsen kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia. Namun, bagi kedua negara, data ini bersifat pribadi dan tidak boleh diungkapkan. Tujuan UE adalah untuk mendapatkan akses ke lokasi produksi kelapa sawit untuk mempelajari pembukaan lahan dan degradasi hutan akibat perkebunan kelapa sawit.

“Kami tidak akan memberikan data lokasi atau membagikan lokasi. Namun jika mereka ingin mengakses datanya, mereka bisa mengaksesnya melalui platform yang disediakan perusahaan,” ujarnya.

Menteri Pertanian dan Komoditas Malaysia Johari Abdul Ghani menekankan komitmen Malaysia untuk bekerja sama dengan Indonesia mengkampanyekan minyak sawit berkelanjutan melalui kelompok kerja bersama untuk memenuhi standar minyak sawit berkelanjutan yang tertuang dalam EUDR.

“Dan sebagian besar pemain utama kami bersedia mematuhi EUDR, terutama perusahaan-perusahaan besar. Dan saya yakin juga ada pemain-pemain besar di perusahaan-perusahaan Indonesia yang berdedikasi pada bisnisnya. Saya kira tidak ada masalah dalam mematuhi EUDR,” kata Johari.

Ia juga menyatakan bahwa sebenarnya produk minyak sawit baik dari Indonesia maupun Malaysia turut berkontribusi memperburuk perubahan iklim melalui keberadaan biodiesel, salah satu bahan bakar ramah lingkungan.

“Jadi yang kami perlukan, sepanjang bermanfaat bagi lingkungan, bermanfaat bagi program keberlanjutan, akan kami patuhi. Tapi lebih dari itu, saya pikir kita harus sangat berhati-hati karena kita juga diatur oleh hukum masing-masing negara. “ucap Johari.

(arj/pengusir hama)

Tonton videonya di bawah ini:

Video: Cegah Kerugian Negara: Ombudsman Usul Pembentukan Badan Khusus Perkelapasawitan



Artikel selanjutnya

Video: Indonesia sudah merdeka selama 79 tahun. Apakah petani kelapa sawit sejahtera?


Post Comment