Ternyata Ini Sosok Pencipta Pajak yang Kini Bikin Rakyat Menjerit
Jakarta, Harian – Pajak merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Hampir seluruh negara di dunia memungut pajak.
Pasalnya melalui pajak, pemerintah memungut uang masyarakat untuk transaksi, kepemilikan aset atau barang, dan lain sebagainya. Dengan uang yang diperoleh dari pajak, negara juga bisa membangun banyak hal untuk mensejahterakan rakyat.
Namun di sisi lain, tagihan pajak seringkali membuat pusing masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah. Mereka yang pendapatannya tidak terlalu tinggi dikenakan pajak yang tinggi oleh negara. Alhasil, mereka marah karena dianggap sasaran pemerasan pemerintah.
Meski demikian, kemarahan masyarakat terhadap pajak seharusnya diungkapkan tidak hanya kepada negara, tetapi juga kepada pencipta sistem perpajakan pertama, yaitu para firaun peradaban Mesir kuno.
Sejarah menunjukkan bahwa sekitar 3000 SM. e. (BC) Peradaban Mesir yang dipimpin oleh firaun menciptakan sistem pajak pemerintah terhadap rakyat yang sekarang dikenal dengan sistem perpajakan.
Alasan firaun memungut pajak adalah untuk menyediakan modal bagi pengembangan dan pemeliharaan ketertiban sosial. Para firaun memungut pajak atas barang-barang seperti gandum, tekstil, tenaga kerja, dan berbagai barang lainnya.
Biasanya, penerimaan pajak digunakan untuk mengembangkan sektor serupa. Misalnya saja memungut pajak atas beras, maka penerimaan pajak tersebut digunakan untuk membangun lumbung beras.
Firaun tidak menggunakan mekanisme pemungutan pajak yang setara, melainkan sistem regulasi. Artinya, besaran pajaknya disesuaikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Pengusaha Kena Pajak.
Misalnya saja saat memungut pajak pertanian. Firaun mengenakan pajak yang tinggi jika ladangnya sangat subur atau menghasilkan panen yang melimpah. Sedangkan masyarakat tidak produktif dikenakan pajak lebih rendah.
“Pertanian dikenakan pajak secara berbeda, dan tarifnya bergantung pada produktivitas masing-masing pertanian serta kesuburan dan kualitas tanah,” kata sejarawan Moreno Garcia kepada Smithsonian Magazine.
Selain itu, sistem pemungutan pajak juga bergantung pada tinggi muka air Sungai Nil. Hal ini berdasarkan temuan para arkeolog yang mengungkap keberadaan sistem nilometer.
Sistem ini terdiri dari garis yang ditarik pada tangga untuk mengukur ketinggian air. Jika air naik melebihi garis, berarti lahan tergenang dan hasil panen berkurang. Artinya pajak yang dikenakan tidak terlalu besar, begitu pula sebaliknya.
Semua pungutan pajak digunakan untuk mengisi kembali kas negara. Semua orang tanpa kecuali dikenai pajak. Ketika hal ini terjadi, beban masyarakat semakin bertambah, apalagi Mesir Kuno juga memiliki sistem kerja paksa. Sistem ini berarti bahwa seluruh warga negara Mesir diharuskan bekerja untuk negara dalam proyek-proyek pemerintah seperti budidaya ladang, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur.
Penghindaran pajak
Namun bukan berarti penghindar pajak tidak ada. Samuel Blankson, dalam A Brief History of Taxation (2007), mencatat bahwa banyak orang yang tidak ingin penghasilannya dikenakan pajak, sehingga memikirkan cara untuk menyiasatinya.
Cara yang paling banyak dilakukan misalnya kolusi antara panitera dan subjek pajak. Subyek pajak seringkali tidak memberitahukan kepada BAE tentang penghasilan sebenarnya, sehingga pengurangan pajaknya ternyata kecil. Selain itu, subjek pajak juga sering melakukan manipulasi pengukuran, misalnya mencurangi timbangan sehingga pengurangan pajaknya dianggap remeh.
Bagaimanapun, warisan pengumpulan atau pemotongan pendapatan yang diprakarsai oleh firaun Mesir Kuno terus berlanjut hingga saat ini. Sistem yang diciptakannya menjadi inspirasi negara sebagai alat penerimaan kas yang efektif. Sekarang semua ini biasa disebut pajak.
(fsd/fsd)
Artikel berikutnya
Video: Perang Dunia III tinggal 'beberapa senti' lagi hingga penerimaan pajak lesu
Post Comment