Haramnya merayakan Natal di negeri ini, warganya bisa dijatuhi hukuman mati
Batavia, – Beberapa hari lagi seluruh umat Kristiani akan merayakan Natal. Meskipun Natal adalah perayaan yang sangat umum di banyak negara di dunia, namun tidak demikian halnya di beberapa negara.
Beberapa negara ini memiliki aturan ketat dalam merayakan Natal. Bahkan ada yang menggunakan hukuman mati.
Lantas, negara mana saja yang melarang perayaan Natal? Berikut daftarnya:
1. Somalia
Dilansir dari CGTN Africa, pemerintah Somalia sudah lama melarang perayaan Natal dan Tahun Baru di wilayahnya. Aturan ini ditetapkan oleh Institut Syariah pada tahun 2009.
Salah satu alasan utama larangan Natal dan Tahun Baru di negara-negara mayoritas Muslim adalah ketakutan akan serangan kelompok Islam.
“Festival-festival ini sama sekali bukan milik Islam,” kata pejabat Kementerian Agama beberapa waktu lalu.
Meski dilarang merayakannya secara terbuka, seperti di hotel dan tempat umum, orang asing tetap diperbolehkan merayakan hari raya umat Kristiani di rumahnya.
Tak hanya itu, Wali Kota Mogadishu, Yusuf Hussein Jimale mengatakan larangan perayaan ulang tahun di ibu kota Somalia tersebut tidak tepat bagi warga non-Muslim.
“Non-Muslim bebas merayakannya. Kami tidak akan memaksa Jimale,” ujarnya.
Selain itu, Jimale mengatakan larangan Natal berlaku untuk populasi Muslim dan diberlakukan untuk mencegah serangan oleh kelompok Islam potensial Al-Shabaab dari orang-orang yang berkumpul di hotel atau tempat umum lainnya.
Namun, perayaan akan diizinkan di kompleks PBB dan pangkalan penjaga perdamaian Uni Afrika yang berbasis di Somalia untuk mendukung pemerintah dalam memerangi militan yang terkait dengan Al-Qaeda.
2. Korea Utara
Merayakan Natal adalah tindakan ilegal di negara pimpinan Kim Jong Un itu. Warga negara yang melanggar dapat dikenakan hukuman mati.
Perlu diketahui, Korea Utara merupakan negara yang melarang warganya memeluk agama. Aturan ini membuat hampir seluruh penduduk Korea Utara menganut atheis, meski ada warga yang diam-diam menjalankan ritual keagamaan dan menghadapi risiko hukuman penjara atau bahkan kematian.
Kang Jimin, pembelot Korea Utara yang dikutip The Independent, mengaku tidak mengetahui ada Natal saat tinggal di ibu kota Pyongyang.
“Natal adalah hari ulang tahun Yesus Kristus, tapi Korea Utara adalah negara yang sepenuhnya komunis, jadi orang tidak tahu siapa Yesus Kristus. Mereka tidak tahu siapa Tuhan. Keluarga Kim adalah Tuhan mereka,” kata Jimin.
Pepohonan dapat ditemukan dengan dekorasi indah dengan perada dan lampu Natal di Pyongyang, namun mereka tinggal di sana sepanjang tahun dan tidak menyadari perayaan hari raya umat Kristiani yang terkenal.
Namun, sejarah melaporkan bahwa Korea Utara pernah menjadi negara Kristen sebelum pecahnya Perang Korea. Sejumlah pendeta juga berasal dari wilayah Korea Utara.
“Sekitar 60 tahun yang lalu, Korea Utara adalah negara yang sangat beragama Kristen. Orang-orang bahkan menyebutnya sebagai 'Yerusalem dari Timur',” kata Jimin.
Bahkan saat ini, ia yakin, masih ada orang di Korea Utara yang diam-diam mengamalkan ajaran Kristen, meski mereka menghadapi konsekuensi serius jika ketahuan.
“Anda tidak bisa mengatakan bahwa Anda seorang Kristen. Jika Anda melakukannya, mereka akan memasukkan Anda ke penjara,” katanya. “Saya mendengar tentang sebuah keluarga yang percaya kepada Tuhan, dan polisi menangkap mereka. Mereka semua meninggal, bahkan anak-anak kecil berusia 10 dan 7 tahun.”
“Teman saya bekerja di polisi rahasia dan dia mengatakan kepada saya bahwa mereka menangkap keluarga Kristen yang mencoba mengubah agama.”
Namun perlu diketahui, banyak gereja Kristen di Korea Utara yang didukung dan dikendalikan oleh negara, namun bentuknya sangat berbeda dengan gereja pada umumnya. Pusat Database Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB) memperkirakan terdapat 121 fasilitas keagamaan di negara tersebut, termasuk 64 kuil Buddha, 52 kuil Cheondoist, dan lima gereja Kristen milik negara.
Menurut Kang, gereja tersebut tidak bisa dikunjungi warga biasa. Sebagai tempat ibadah, gereja di Korea Utara hanya digunakan untuk kunjungan wisatawan.
Jika ada yang bertanya, “Apakah di sini ada gereja?”, mereka bisa menjawab: “Tentu saja kita punya gereja, kita punya segalanya, karena kita negara bebas”, maka mereka akan pergi ke sana.
3.Brunei Darussalam
Menurut Independent, negara pimpinan Sultan Hassanal Bolkiah itu melarang pembukaan perayaan Natal. Namun umat Kristiani dapat melapor secara tertutup dan kepada pihak berwenang.
Larangan ini, yang diberlakukan pada tahun 2014, terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai perayaan Natal yang berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan di kalangan penduduk Muslim di Brunei Darussalam.
Warga yang merayakan Natal dan tidak melaporkannya ke pihak berwajib bisa divonis denda hingga Rp 280 juta atau bahkan lima tahun penjara.
4. Iran
Karena mayoritas penduduknya beragama Islam, Iran juga mulai melarang perayaan ulang tahun di tempat umum. Larangan ini mencakup segala bentuk aktivitas, termasuk mendirikan pohon Natal, mengenakan hiasan Natal, dan mengenakan pakaian Natal.
Pelanggaran terhadap larangan ini dapat mengakibatkan sanksi berupa denda atau penjara. Namun umat Kristiani di Iran tetap bisa merayakan kelahiran Kristus di tempat pribadi, seperti rumah atau gereja
5. Tajikistan
Pemerintah setempat melarang perayaan Natal di tempat umum, termasuk pohon Natal, memakai hiasan Natal, dan memakai baju Natal. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat mengakibatkan denda atau hukuman penjara.
Larangan ini diperlukan untuk menjaga stabilitas sosial dan agama di Tanah Air.
Namun umat Kristiani di Tajikistan tetap bisa merayakan kelahiran Kristus di tempat pribadi, seperti rumah atau gereja.
(luar biasa/luar biasa)
Terimakasih
Post Comment